Akan
tetapi tingkatan hidup rohani mereka masih berada di tingkat jahiliyah.
Persembahan mereka adalah patung-patung yang mereka pahat sendiri dari
batu-batu atau terbuat dari lumpur dan tanah. Raja mereka Namrud bin
Kan'aan menjalankan tampuk pemerintahnya dengan tangan besi dan
kekuasaan mutlak. Semua kehendaknya harus terlaksana dan segala
perintahnya merupakan undang-undang yang tidak dapat dilanggar.
Semasa
remajanya Nabi Ibrahim sering disuruh ayahnya keliling kota menjajakan
patung-patung buatannya namun karena iman dan tauhid yang telah
diilhamkan oleh Tuhan kepadanya ia tidak bersemangat untuk menjajakan
barang-barang itu bahkan secara mengejek ia menawarkan patung-patung
ayahnya kepada calon pembeli dengan kata-kata: "Siapakah yang akan
membeli patung-patung yang tidak berguna bagi siapapun ini? "
Nabi
Ibrahim yang sudah berketetapan hati hendak memerangi syirik dan
persembahan berhala yang berlaku dalam masyarakat kaumnya ingin lebih
dahulu mempertebalkan iman dan keyakinannya, menenteramkan hatinya serta
membersihkannya dari keragu-raguan yang mungkin sekali mangganggu
fikirannya dengan memohon kepada Allah agar diperlihatkan kepadanya
bagaimana Dia menghidupkan kembali makhluk-makhluk yang sudah mati.
Berserulah
ia kepada Allah: "Ya Tuhanku! Tunjukkanlah kepadaku bagaimana engkau
menghidupkan makhluk-makhluk yang sudah mati." Allah menjawab seruannya
dengan berfirman: Tidakkah engkau beriman dan percaya kepada
kekuasaan-Ku? "Nabi Ibrahim menjawab:" Betul, wahai Tuhanku, aku telah
beriman dan percaya kepada-Mu dan kepada kekuasaan-Mu, namun aku ingin
sekali melihat itu dengan mata kepala ku sendiri, agar aku mendapat
ketentraman dan ketenangan agar makin menjadi tebal dan kukuh
keyakinanku kepada-Mu dan kepada kekuasaan-Mu."
Allah
memperkenankan permohonan Nabi Ibrahim lalu diperintahkanlah ia
menangkap empat ekor burung lalu setelah memperhatikan dan meneliti
bagian tubuh-tubuh burung itu, memotongnya menjadi berkeping-keping
mencampur-baurkan kemudian tubuh burung yang sudak hancur-luluh dan
bercampur-baur itu diletakkan di atas puncak setiap bukit dari empat
bukit yang letaknya berjauhan satu dari yang lain. Setelah dikerjakan
apa yang telah diisyaratkan oleh Allah itu, diperintah-Nya-lah Nabi
Ibrahim memanggil burung-burung yang sudah terkoyak-koyak tubuhnya dan
terpisah jauh tiap-tiap bagian tubuh burung dari bagian yang lain.
Dengan
izin Allah dan kuasa-Nya datanglah berterbangan empat ekor burung itu
dalam keadaan utuh bernyawa seperti sediakala begitu mendengar seruan
dan panggilan Nabi Ibrahim kepadanya lalu hinggaplah empat burung yang
hidup kembali itu di depannya, dilihat dengan mata kepalanya sendiri
bagaimana Allah Yang Maha Berkuasa dapat menghidupkan kembali
makhluk-Nya yang sudah mati sebagaimana Dia menciptakannya dari sesuatu
yang tidak ada.
Ayah
Nabi Ibrahim tidak terkecuali sebagaimana kaumnya yang lain, bertuhan
dan menyembah berhala. Sikap bijak Nabi Ibrahim untuk menyadarkan sang
ayah, berakibat memunculkan kemarahan sang ayahnya, sampai akhirnya Nabi
Ibrahim diusir dengan kata-kata kasar. Ibrahim berkata : "Oh ayahku!
Semoga engkau selamat, aku akan tetap memohonkan ampun bagimu dari Allah
dan akan tinggalkan kamu dengan persembahan selain kepada Allah.
Mudah-mudahan aku tidak menjadi orang yang celaka dan malang dengan
do’aku untukmu". Lalu keluarlah Nabi Ibrahim meninggalkan rumah ayahnya
dalam keadaan sedih karena tidak berhasil mengangkat ayahnya dari lembah
syirik dan kufur.
Kegagalan
Nabi Ibrahim dalam usahanya menyadarkan ayah dan kaumnya yang tersesat,
sangat menusuk hatinya karena ia ingin sekali melihat ayahnya dan
kaumnya berada dalam jalan yang benar, namun ia sadar bahwa hidayah itu
di tangan Allah.
Nabi
Ibrahim akhirnya merasa tidak bermanfaat lagi berdebat dengan ayah dan
kaumnya yang berkepala batu dan yang tidak mau menerima keterangan dan
bukti-bukti nyata. Nabi Ibrahim menyatakan bahwa mereka dan bapak-bapak
mereka keliru dan tersesat mengikuti jejak syaitan dan iblis. [RAR/April
2007].
KETELADANAN NABI IBRAHIM
Roli Abdul Rokhman
“Sesungguhnya
Ibrahim adalah seorang iman (yang dijadikan teladan), patuh kepada
Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukankah dia termasuk orang yang
musyrik (menyekutukan Allah). Yang mensyukuri nikmat-nikmat-Nya Allah
telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus. “ ( an-Nahl :
120-121)
Di dalam ayat tersebut Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan
sifat-sifat Nabi Ibrahim ‘alaihissalaam. Dengan sifat-sifat itu, Allah
menetapkan Ibrahim sebagai manusia pilihan dan memberikan petunjuk dan
akan di berikan kepadanya kebaikan didunia. Di akhirat kelak pun
dijanjikan masuk dalam golongan orang-orang shalih dan masuk surga
bersama nabi-nabi dan rasul-rasul. Suatu janji yang sangat tinggi
nilainya, dan di atas segala janji. Mari kita urai sifat-sifat tersebut
satu per satu.
Patut diteladani
Allah menjelaskan, “Sesungguhnya bagi kamu adalah teladan yang baik pada diri Ibrahim dan orang-orang yang turut bersamanya.”
(al-Mumtahanah : 4). Keteladanan yang ditayangkan Ibrahim dan
pengikut-pengikutnya di layar kehidupannya adalah menyangkut segala
aspek kehidupan. Mempertahankan keyakinan, melawan kekufuran, akhlak dan
budi pekerti, kerja keras dan kedermawaan.
Satu
bukti ketaatan yang luar biasa dari Nabi Ibrahim adalah ketika keluar
perintah dari Allah lewat mimpi untuk menyembelih anaknya, Ismail
alaihissalam. Saat itu, Ismail berusia antara 10 sampai 15 tahun. Di
gambarkan dalam Al-Qur’an, “ Tatkala sampai pada usia dapat diajak jalan bersama…..”(ash-Shaffat : 102). Saat
itulah seorang ayah biasanya sangat menyayagi anaknya. Apalagi anak
tersebut sudah cukup lama di nanti-nantikan. Setelah berusia 86 tahun
barulah Ibrahim mendapat anak dari Hajar.
Dia mengindahkan perintah itu, betapapun beratnya. Dan bagaimana
dengan anaknya? Ibrahim segera mengecek dengan menyampaikan informasi
dan mengajukan pertanyaan, “ Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa
aku diperintahkan menyembelih engkau, bagaimana pendapatmu, Nak? Sang
anak menjawab, “ Kerjakanlah apa yang diperintahkan Tuhan kepadamu,
insya Allah engkau akan dapati aku termasuk orang-orang yang sabar.” (
ash-Shaffat : 102)
Ibrahim pun berusaha membimbingnya terus menerus, yakni dari kecil di
kurung dalam suasana iman dan keyakinan yang kuat pada Allah. Ismail
dididik untuk tidak selalu mendahulukan pikiran dan perasaannya, tapi
mengutamakan iman dan keyakinan. Ketika Ismail lahir, terjadilah
ketegangan antara istri tua dan istri muda Ibrahim. Pasalnya, istri muda
telah melahirkan sedangkan istri tua belum. Sang istri tua membayangkan
bahwa suaminya pasti lebih mencurahkan cintanya kepada sang istri muda
di bandingkan dirinya.
Untuk mengamankan suasana rumah tangga Ibrahim, Allah memerintahkan
hijrah ke suatu lembah yang tiada tanaman, tidak ada air, tidak ada
manusia. Tapi Tuhan menjamin bahwa di sana ada berkah. Target
Allah tentu bukan sekedar mengamankan rumah tangga Ibrahim, tapi jauh
lebih besar dari pada itu. Dan Nabi Ibrahim tanpa banyak perhitungan
berangkat bersama Hajar dan Ismail menuju tempat it, yang sekarang
dikenal dengan nama Makkah.
Ibrahim
termasuk orang yang konsisten dalam pendirian dan keyakinan, apapun
resikonya. Sebuah sikap yang sangat berat. Sosok Ibrahim telah
membuktikan, ketangguhan sikapnya itu. Berbagai bujukan dan rayuan
datang untuk merubah keyakinannya, namun dia tetap bertahan. Ketika
hendak diancam hendak dibakar oleh Raja Namrudz lantaran tidak mau
berhenti menghina berhala sesembahan, keimanan Ibrahim tidak goyah
sedikit pun. Sampai pada waktu kayu bakar setinggi bukit yang disiapkan
untuk menghanguskan tubuhnya sudah nampak di depan mata, dia tetap
tenang. Kalau Ibrahim benar-benar dilemparkan ke dalam kobaran api yang
menyala-nyala itu, sedikit pun dia tidak gentar.
Perang
terhadap kemusyrikan dilakukannya dengan penuh kegigihan. Ayahnya yang
jadi tukang pembuat berhala dan dihadapinya dengan pertanyaan, “ Apakah
yang kamu sembah itu?” “Apakah kamu menghendaki sesembahan selain Allah
dengan penuh kebohongan?” “ Bagaimana anggapan ayah terhadap Tuhan
semesta alam?” Pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat menyakitkan hati
dan menimbulkan kemarahan yang sangat bagi ayahnya. Ibrahim pula diancam
hendak dirajam, yakni dilempari batu sampai mati. Namun, Ibrahim tak
mundur selangkah pun.
Bentuk
kesyukuran Nabi Ibrahim diwujudkan dengan memanfaatkan, karunia Allah
sebaik mungkin. Dia sangat merasakan bahwa karunia paling besar yang
diberikan Allah di dunia ini adalah keturunan dan harta yang melimpah.
Oleh karena itu, ketika anak kesayangannya diminta oleh Allah untuk
diqurbankan, hal itu dianggap suatu peluang amal yang sangat tinggi
nilainya. Di sisi lain, dia membuktikan kesyukurannya dengan sifat
dermawan. Sangat mudah membaginya memberi pertolongan kepada orang yang
perlu dibantu.
Ibrahim dikenal sebagai seseorang yang tidak pernah makan sendirian. Di
kala makanan telah dihidangkan, terlebih dahulu dia keluar mencari
orang untuk diajak makan bersama. Ibrahimlah orang pertama yang dikenal
sangat memuliakan tamu. Selain itu, beliau juga dikenal sebagai sosok
pekerja keras dan gemar melakukan pekerjaan yang berat-berat. Semua itu
dilakukan tanpa keluhan.
Perlu perjuangan berat untuk tampil menjadi sosok yang sarat dengan
nilai-nilai keteladanan. Harus tekun berlatih dan menbiasakan diri
sampai menjadi warna hidup kita, tidak lagi dibuat-buat. Ketaatan kepada
Allah harus dimulai dari yang kecil-kecil sampai menjadi kebiasaan,
sampai merasakan kenikamtan yang ada di balik ketaatan itu. Lebih indah
dibanding kenikmatan yang didapatkan lewat pelanggarang yang sifatnya
hanya sejenak dan ujung-ujungnya meresahkan rengkuhan dan pengaruhnya,
karena ketakutan dengan perbuatan menyesatkan manusia. ( al-Anfaal : 48)
Konsisten
dalam keyakinan juga bukan masalah mudah. Semakin tinggi tingkat
pendidikan, semakin mudah kita membela diri dan memberi justifikasi
terhadap pelencengan yang dilakuka. Apalagi kalau sudah di hadang dengan
resiko berat terhadap konsistensi keyakinan yang kita miliki. Menjaga
diri dari kemusyrikan juga memerlukan kehati-hatian. Terkadang dengan
tidak sabar kita telah bergelimang dalam kemusyrikan,pada hal kita masih
mengaku orang yang berislam secara benar. Di dalam melakukan interaksi
sosial, berpolitik, dan lain-lain. Perlu kontrol keyakinan. Bukan tidak
mungkin kita terjerumus ke dalam kemusyrikan.
Pandai bersyukur, juga memerlukan pembiasaan diri sampai menjadi
perangai dan watak. Karena terlalu banyak pemberian Allah yang
dikaruniakan kepada kita, baik berupa kesehatan fisik, kecerahan
pemikiran, apalagi hidayah. Dengan mensyukuri nikmat Allah, tidak ada
lagi kisi-kisi yang dapat dilewati oleh keluhan dan negative thinking
(prasangka buruk). Bahagia dan sangat beruntunglah orang yang memiliki
perangai seperti Nabi Ibrahim ini. Mendapatkan sukses yang gemilang dan
kelak di akhirat dijamin menduduki tempat yang menyenangkan. Wallahu a’lam.[RAR/APRIL 2008]
0 komentar:
Posting Komentar